[SEOUL TRIP] BUKCHON HANOK VILLAGE

Bukchon Hanok Village merupakan desa tradisional Korea di Seoul dengan sejarah panjang yang terletak di antara Istana Gyeongbokgung, Istana Changdeokgung dan Kuil Kerajaan Jongmyo. Desa tradisional ini terdiri dari banyak gang dan hanok (rumah tradisional korea) yang dilestarikan untuk menunjukkan lingkungan perkotaan 600 tahun yang lalu. Sekarang kawasan ini beroperasi sebagai pusat budaya tradisional, penginapan, restoran, dan kedai teh yang memungkinkan pengunjung untuk merasakan suasana Dinasti Joseon.

Nama Bukchon sendiri secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai "desa utara", dinamakan demikian karena distrik ini terletak di utara dua landmark Seoul yang signifikan, yaitu Sungai Cheonggyeocheon dan daerah Jongno. Karena kedekatannya dengan dua istana utama kota, awalnya tempat ini dihuni oleh pejabat tinggi pemerintah dan keluarga mereka. Bangsawan tinggal di hanok, rumah tradisional yang dibangun dengan gaya arsitektur khusus, dirancang untuk menjaga keseimbangan dengan topografi sekitarnya dan umumnya dibangun menggunakan elemen seperti atap panjang, melengkung, dan lantai ondol yang membantu menjaga rumah tetap hangat di musim dingin.

Saat di Korea kemarin aku menginap di Hongdae, daerah Hongik University. Cara menuju Bukchon Hanok Village cukup mudah, yaitu dengan naik subway dari Stasiun Hongik University (Line 2), setelah melewati tujuh stasiun transit di Euljiro (Line 3) dan lanjut ke Stasiun Anguk kemudian keluar di exit 2.

Siapkan tenaga untuk mengelilingi Bukchon Hanok Village ya. Karena desa ini jalannya berbukit-bukit dan cukup jauh jarak yang ditempuh untuk mengelilinginya. Namun jangan khawatir, banyak spot-spot foto instagrammable di sini.

Di sekitar Bukchon Hanok Village banyak terdapat tempat persewaan Hanbok (pakaian tradisional Korea) dengan tarif sekitar 10.000 - 20.000 won per jam. Seru juga foto-foto di perkampungan Korea sambil mengenakan Hanbok. Ada banyak pilihan warna Hanbok yang cantik-cantik.

Meskipun bisa foto-foto seru, tetap harus jaga ketenangan ya, karena kawasan ini benar-benar dihuni penduduk yang bisa terganggu dengan kedatangan banyak wisatawan. Saat aku kesana kebetulan berbarengan dengan rombongan karyawisata anak-anak sekolah internasional. Mereka agak terlalu berisik, sampai-sampai ada beberapa warga berteriak dari rumah mereka, memperingatkan rombongan karyawisata itu agar tidak gaduh. Intinya lokasi ini memang destinasi wisata, tetapi kita tetap harus menghormati  warga yang tinggal di sana. Jangan berisik, jangan buang sampah sembarangan, jangan merokok, jangan pipis sembarangan. Bahkan sebagai bentuk protes warga setempat memasang peringatan di rumah-rumah mereka.